Pemda Sintang Harus Segera Sahkan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

oleh

BERITA-AKTUAL.COM – Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Sintang, Zulkarnaen Jais, mengatakan pada bulan April terdapat dua momentum yang sangat penting bagi petani di dunia dan di Indonesia, yakni Peringatan Hari Perjuangan Petani Internasional pada 17 April dan Peringatan Hari Hak Asasi Petani Indonesia pada 20 April.

Tanggal 17 April diperingati sebagai Hari Perjuangan Petani Internasional karena saat itu terjadi pembantaian terhadap 19 orang petani di Eldorado dos Carajas, Brasil, dalam aksi petani tak bertanah menuntut haknya atas tanah di negara tersebut. Peristiwa itu dikenang sebagai Pembantaian “Eldorado Dos Carajas”.

“Kemudian tanggal 20 April menjadi hari penting bagi kaum petani di Indonesia. Karena pada tanggal itu tahun 2001 bertempat di Cibubur, Jawa Barat, SPI bersama dengan organisasi tani lainnya dan gerakan reforma agraria di Indonesia mendeklarasikan Hak Asasi Petani Indonesia. Hal ini menjadi tonggak penting perjuangan petani di Indonesia untuk membebaskan diri dari diskriminasi dan kekerasan serta menuntut hak-haknya,” jelasnya.

Zulkarnaen melanjutkan, langkah pemajuan hak asasi di Indonesia sebenarnya telah menunjukkan sebuah harapan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) sebagai dasar komitmen untuk menghargai, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Petani.

“Namun permasalahannya, Undang undang tersebut belum berjalan di lapangan dan kerap diabaikan keberadaannya,” keluhnya.

Pada level internasional United Nations Declaration on the Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas (UNDROP) atau Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Rakyat yang Bekerja di Pedesaan, merupakan sebuah instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) internasional baru yang mengakui hak asasi petani dan rakyat bekerja di pedesaan dan telah diadopsi oleh PBB pada tanggal 17 Desember 2018.

Pengadopsian ini adalah kemenangan bagi petani dan seluruh rakyat pedesaan, karena sebelumnya belum ada instrumen HAM yang mengakui hak-haknya secara khusus. Tak hanya itu, kemenangan dalam UNDROP juga diartikan bahwa instrumen ini secara otentik berasal dari petani itu sendiri, petani yang sehari-hari bekerja di ladang untuk dapat memproduksi pangan bagi keluarganya dan masyarakat.

Para petani yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) dan La Via Campesina (Gerakan Petani Dunia) telah berjuang selama 17 tahun, mulai dari tingkat desa hingga internasional, agar haknya diakui secara resmi oleh khalayak internasional.

Jais mengapresiasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang telah menerbitkan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 5 tahun 2022. Berdasarkan itu, pemerintah kabupaten di Kalbar semestinya mengikuti jejak pemerintah provinsi.

“Apalagi Intimidasi, kriminalisasi, dan diskriminasi masih kerap terjadi pada petani di sekitar wilayah perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang. Tak lain dan tidak bukan terkait kesejahteraan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan para Petani setelah bermitra (plasma) dengan perkebunan Kelapa Sawit”, ujar Jais.

Kekecewaan petani yang tanahnya dirampas atau terpaksa diserahkan pada perusahaan perkebunan Kelapa Sawit membuahkan kemiskinan. Petani terpaksa memanen buah sawit yang tidak pernah dirawat oleh perusahaan.

“Atas dasar itu, untuk memenuhi Hak Asasi Petani di Sintang, SPI mendesak pemerintah segera mengesahkan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani”, tutupnya