Massa Minta 6 Peladang Bebas Murni

oleh
Aliansi Solidaritas Anak Peladang (ASAP) bersama elemen mahasiswa yang berdemo di DPRD Sintang, mendesak agar 6 peladang bebas murni.

BERITA-AKTUAL.COM-Aliansi Solidaritas Anak Peladang (ASAP) bersama elemen mahasiswa yang berdemo di DPRD Sintang, mendesak agar 6 peladang bebas murni. Saat ini, 6 orang peladang tersebut sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Sintang karena didakwa terlibat kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Massa sempat memaksa masuk ke dalam gedung DPRD Sintang yang sedang menggelar sidang paripurna dalam rangka tanggapan/jawaban Bupati Sintang terhadap pandangan fraksi terkait nota keuangan dan Raperda APBD tahun 2020.

Setelah negosiasi dilakukan, massa akhirnya diperbolehkan masuk ke ruang rapat paripurna. Sebelumnya, massa sempat berdesak-desakan di pintu masuk ruang sidang. Mereka diterima Ketua DPRD Sintang Florensius Ronny serta anggota DPRD Sintang lainnya dan Wakil Bupati Sintang Askiman.

Dalam orasinya, pengarah massa Marsianus mengganggap ditangkapnya 6 peladang karena kasus karhutla merupakan kriminisasi. Mengingat, berladang yang dilakulan hanya dilakukan untuk mencari sesuap nasi. “Kami minta pemerintah dan DPRD Sintang peduli dengan nasib peladang yang sedang menjalani proses hukum,” pintanya.

Marsianus, pengarah massa ASAP mengatakan bahwa peserta aksi terdiri dari mahasiswa, para kades, BPD, serta akademisi dari STKIP Persada Khatulistiwa dan Universitas Kapuas Sintang. “Ini artinya, yang terusik dengan tindakan negara mengkriminalisasi peladang bukan hanya warga yang berladang. Tetapi, orang-orang pintar pun menganggap penangkapan peladang adalah penindasan,” tegas Marsianus.

Ia menilai, perkara hukum terkait karhutla terkesan membabat orang kecil sebagai tumbal. Sementara, proses hukum 4 perusahaan yang disegel Polres Sintang belum lama ini belum ada kejelasan. “Ini yang harus kita lawan,” katanya.

Saat diterima DPRD Sintang di ruang paripurna, massa aksi meminta agar rekaman video peladang yang diproses hukum diputar untuk disaksikan semua orang. Andeas, koordinator ASAP menyampaikan bahwa pihaknya sengaja memutar rekaman itu supaya semua melihat para peladang yang dianggap penjahat.

“Ada 3 orang membakar satu ladang. Tidak ada hati nurani, mereka langsung ditangkap dan dibawa. Videonya ada, foto-fotonya juga ada,” jelasnya.

Ia menegaskan, aksi demo di DPRD Sintang tidak ditunggangi oleh siapapun. Aksi tersebut murni sebagai bentuk keprihatinan dan dukungan pada peladang. Mengingat, berladang merupakan kearifan lokal.

“Sebelum ada NKRI ini, nenek moyang kami sudah berladang. Sebelum ada DPRD, polisi, jaksa, berladang juga sudah dilakukan. Namun, saat ini negara tidak hadir ditengah kami sebagai peladang. Jutsru peladang dianggap penjahat dan dikriminalisasi. Padahal, berladang hanya dilakukan untuk kebutuhan rumah tangga sendiri,” ucapnya.

Oleh karena itu, ia meminta anggota DPRD Sintang yang sudah dipilih agar bisa membela rakyatnya yang sedang mengalami kesulitan. “Jangan sampai anggota DPRD yang dipilih rakyat hanya berdiam diri ketika rakyatnya dikriminalisasi. Hari Kamis, saya minta anggota DPRD Sintang ikut memberikan dukungan pada peladang yang sedang menjalani persidangan,” pintanya.

Andreas menegaskan, pihaknya juga akan mengawasi proses hukum perusahaan yang disegel Polres Sintang. “Kami minta proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Jangan hanya masyarakat kecil yang jadi korban,” kata Andreas.

Jimi Manopo menambahkan, para peladang yang ditangkap dan diproses hukum dalam bertani hanya untuk mencari nafkah. “Mereka tidak berfikir untuk membeli apartemen, mobil mewah atau untuk istri simpanan. Mereka bekerja di ladang untuk kehidupan sehari-hari,” tegasnya.

Makanya, ia mendesak para peladang dibebaskan. Dan perusahaan yang sudah disegel Polres Sintang diproses. “Kami tunggu tindaklanjutnya. Kalau penanganan tidak jelas, DPRD bentuk tim khusus,” pintanya.

Anong, perwakilan dari Pemuda Ketolik menyampaikan bahwa aksi di DPRD Sintang dinamakan ASAP karena peladang dituduh menyabkan kabut asap. Terkait berladang, sejak ratusan tahun lalu sudah dilakukan di Sintang sejak turun temurun.

“Tidak pernah menyebabkan kabut asap. Semua masyarakat saat ini banyak yang berladang, tapi kenapa hanya 6 orang yang menjadi korban? Kalau memang berladang adalah kejahatan, kami semua siap ditangkap. Yang ingin saya tanya, peladang penjahat atau bukan? Kalau bukan tidak boleh ditangkap,” tegasnya.

Ia menjelaskan, saat ini ada Undang Undang nomor 32 tahun 2009 Pasal 69 jelas ada aturan yang melindungi para peladang. Selain itu, ada Perbub Nomor 57 tahun 2018. “Jadi, kenapa (peladang) dituduh penjahat? Karena, ada aturan yang melindungi. Makanya, kami meminta agar peladang dibebaskan dari semua tuntutan hukum. Mereka bukan penjahat dan harus bebas murni,” tegasnya.

 

No More Posts Available.

No more pages to load.