BERITA-AKTUAL.COM – Pontianak-Meski berhasil melintasi perbatasan Malaysia-Indonesia melalui jalan tikus di Desa Jasa, Kecamatan Ketungau Hulu. Nasib malang Aso (25), pekerja migran asal Sulawesi Tengah, belum juga berakhir.
Ketika dibawa ke Senaning, Kecamatan Ketungau Hulu dan sempat menjalani karantina, Aso ditolak warga karena khawatir terjangkit COVID-19. Mengingat dirinya datang dari Serawak Malaysia yang merupakan zona merah COVID-19.
“Saya sempat di Puskesmas lama. Kemudian dipindahkan ke kantor camat. Tadi malam diantar ke sini (Sintang-red). Kemarin, masyarakat di sana sempat demo. Dengan alasan tidak sedang saya ada di sana. Mereka mendengar kabar bahwa di Malaysia banyak yang tertular COVID-19. Makanya mereka takut,” bebernya.
Saat karantina, ia mengaku tidak sendiri. Ada dua warga lain yang juga pekerja migran dari Kabupaten Sambas. “Mereka juga kerja di Malaysia,” ucapnya.
Pria asal Desa Tanah Mea Kabupaten Donggala ini memutuskan pulang ke Indonesia melalui jalur tak resmi karena gajinya tidak dibayar selama 6 bulan. Ia pulang dengan berjalan kaki setelah berhasil sembunyi dari patroli helikopter tentara Malaysia.
Aso mengatakan, dirinya mengetahui jalur tak resmi tersebut dari warga Malaysia. Warga tersebut bilang bahwa, dirinya tak bisa membantu apa-apa. “Dia bilang, hanya bisa membantu dengan cara seperti ini. Jangan berjalan lambat karena ada patroli,” ucapnya.
Ketika di Malaysia, Aso menuturknya dirinya sempat meminta gaji ke perusahaan. “Mereka bilang, gaji saya sudah diberikan diberikan ke toke. Soal diberikan ke kamu atau tidak, itu bukan urusan saya,” kata Aso menirukan ucapan perusahaan.
Dikatakan Aso, dirinya bekerja di Malaysia sejak tahun 2018. Ia masuk secara resmi melalui Pos Lintas Batas Negera (PLBN) di Entikong, Kabupaten Sanggau. Sebelum memutuskan pulang ke Indonesia, ia mengaku sempat mengalami suasana lockdown. “Kita ndak boleh kemana-mana. Jalan naik motor saja, kita ditangkap,” ucapnya.
Ia mengaku, saat ini kondisinya sehat. Selama keluar dari Malaysia, tidak pernah sakit. Dirinya juga sudah menjalani rapid tes oleh Dinas Kesehatan. Aso berharap, ia bisa pulang kampung halaman. “Tadi sudah telepon keluarga. Mereka bilang, baik-baik di kampung orang. Kalau ada rejeki, pulang,” ucapnya.
Mengenai ketertarikan awal bekerja di Malaysia, Aso tidak menampik kalau dirinya tergiur gaji yang besar. “Di sana gajinya memang besar. Tiga banding satu. Tapi, kerjanya diibaratkan binatang. Contoh, kalau kerjanya memanen, kita dijaga. Ibaratnya seperti sapi dikasik makan. Istirahat setengah jam, kerka lagi. Tidak dituruti, tidak ada gaji,” bebernya.
“Saya kapok bekerja di Malaysia. Saya beryukur bisa keluar dari sana. Mungkin, sampai mati saya tidak akan injak Malaysia lagi,” ucapnya.