BERITA-AKTUAL.COM – Sebagai salah satu perusahaan yang mengantongi sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), minyak sawit PT Mitra Nusa Sarana (PT MNS) dipastikan diterima di seluruh dunia.
Hal itu disampaikan Bupati Kabupaten Sintang, Jarot Winarno saat melakukan tanam perdana kemitraan perusahaan perkebunan sawit PT Mitra Nusa Sarana (PT MNS) dengan enam koperasi kemitraan di Desa Sekaih Kecamatan Ketungau Hulu, Selasa (15/10/2018).
Dikatakan Jarot, dari 48 perusahaan sawit di Kabupaten Sintang, hanya dua yang bersertifikat internasional atau mengikuti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Sehingga, hanya CPO dari perusahaan inilah yang boleh dijual hingga ke seluruh dunia mulai tahun 2020.
“Dua perusahaan itu adalah PT MNS dan PT PALJ. Jadi berbahagialah menjadi petani plasma di PT MNS ini,” katanya.
Saat ini, 46 kebun sedang berusaha mendapatkan sertifikat nasional Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Sisanya lagi, berusaha untuk dapat sertifikat dan mau naik kelas ke RSPO.
“Jadi ketika menanam sawit, mendapatkan sertifikat internasional sangat penting. Supaya bisa dijual. Selain itu harganya lebih bagus dibanding dengan perusahaan yang tidak bersertifikat,” katanya.
Ia mengatakan PT MNS yang merupakan DSN Grup sudah masuk bursa saham. “Jadi bukan perusahaan bukan kaleng-kaleng,” puji Jarot.
Tapi, untuk mendapatkan sertifikat RSPO sangat sulit. Karena harus menerapkan praktek perkebunan sawit yang memenuhi beberapa kaidah.
“Salah satunya tidak menimbulkan konflikĀ dengan masyarakat. Makanya, PT MNS dan PT PALJ sebelum membuka kebun harus izin dengan temenggung, tetu adat, pemuka masyarakat dan kades. Izin tertulis harus didapat, setelah itu mulai bekerja,” katanya.
Ketika sudah mendapat izin, sambung Jarot, yang dilakukan adalah memetakan potensi perkebunan di desa-desa yang sudah mendapatkan izin lokasi.
“Pemetaan harus dilakukan bersama masyarakat. Supaya diketahui secara jelas lahan yang boleh dan tidak untuk ditanami sawit. Setelah itu keluar peta integrasi,” ucapnya.
Selanjutnya adalah berunding dengan masyarakat terkait ganti rugi yang memadai. Kalau masyarakat menyerahkan lahan mereka akan mendapatkan kebun plasma.
“Plotingnya harus jelas dan transparan. Jadi, nanti akan seimbang antara perkebunan sawit atau kawasan bernilai konservasi tinggi,” tegasnya.